ANNE FRANK Gadis Korban Holocaust NAZI


Gadis muda itu terlihat kuyu. Terbalut selimut lusuh, Anne Frank -nama si gadis- melintas di depan Janny Brilleslijper. Keduanya, bersama ribuan tawanan Yahudi, terkungkung dalam kamp konsentrasi Bergen-Belsen di utara Jerman, Maret 1945.
Margot, kakak perempuan dari Anne, sudah meninggal lebih dulu sehari sebelumnya. Anne (15) yang sudah tidak mampu lagi melawan penyakit tipus, mengikuti jejak sang kakak. Margot dan Anne, putri pasangan Otto dan Edith Frank, meninggal secara pilu. Tidak ada tangisan keluarga, alpa dari pelukan sayang orangtua.

Keduanya wafat hanya beberapa pekan sebelum pasukan Sekutu membebaskan kamp konsentrasi Bergen-Belsen pada Perang Dunia II. Hanya sang ayah selamat dari gerakan holocaust Nazi Jerman.
Beberapa pekan sesudahnya, seorang teman keluarga memberi buku harian berwarna merah-putih pada si ayah. Tulisan di dalamnya menghentak. Bagaimana bisa gadis kecilnya menulis sedemikian dalam mengenai kondisi kehidupan mereka saat itu?
Ya, keluarga Frank yang tinggal di Amsterdam, Belanda, masuk dalam daftar incaran Nazi Jerman kala Perang Dunia II. Kondisi yang memaksa mereka hidup di ruang persembunyian di rumah mereka sendiri selama dua tahun! Ruang pelindung itu terletak di lantai dua, di belakang rak buku.
"Kapanpun seseorang datang dari luar bersama angin di baju mereka dan udara dingin pada pipinya, membuat saya berpikir, kapan kami diizinkan menghirup udara bebas lagi?" tulis Anne dalam buku hariannya, 24 Desember 1943.
Buku inilah yang kemudian melambungkan nama Anne Frank. Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1947 dalam bahasa Belanda. Dan, tepat hari ini, 30 April, pada tahun 1952, catatan harian Anne diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Diary of a Young Girl.Selanjutnya, buku ini terus diproduksi ke dalam berbagai bahasa, bahkan naik ke layar lebar. Kediaman keluarga mereka di sisi kanal Prinsengracht, Amsterdam, dijadikan museum yang hingga kini bisa dikunjungi para pelancong.
Anne dianggap melambangkan kisah kemanusiaan yang bertahan hidup dari kebencian terhadap suatu kaum. Namun, ada sebagian pihak yang menganggap kisah Anne Frank terlalu dilebih-lebihkan. Mengingat masih ada 1,5 juta anak Yahudi lainnya yang jadi korban holocaust.
Menurut kritikus, harusnya kisah seluruh anak inilah yang didengarkan dan dirangkum. Sebab dengan demikian, bisa tergambar bagaimana kondisi sesungguhnya pada Perang Dunia II.
Meski demikian, seperti dikatakan salah satu penulis kebangsaan Italia, Primo Levi, "Jika kita harus dan dapat berbagi mengenai penderitaan dari masing-masing mereka (anak-anak Yahudi), kita harusnya tidak bisa melanjutkan hidup."
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Disqus Shortname

Comments system

Ad Inside Post