Dikutip 10espada dari liputan6.com
Tahun 2014, Hollywood “kebanjiran” film biografi. Nominasi Oscars 2015 saja ada tiga film tentang biografi seorang tokoh seperti “Selma” (2014) yang menceritakan tentang sepak terjang My Luther King, Jr yang berjuang untuk kulit hitam amerika, kemudian ada tentang fisikawan populer yaitu Stephen Hawking yang berjudul “The Theory of Everything” (2014) dan terakhir ada film yang akan saya bahas di sini yaitu The Imitation Game (2014).
The Imitation Game bercerita tentang perjalanan seorang ahli matematika Inggris bernama Alan Turing (Bennedict Cumberbatch) yang mendapat pekerjaan untuk memecahkan sandi rahasia Nazi-Jerman bernama ENIGMA pada perang dunia kedua. Sandi ENIGMA adalah “sandi yang tidak mungkin bisa dipecahkan” begitu kata; Commander Denniston (Charles Dance) ketika Alan Turing dipanggil ke kantornya untuk interview. Bahkan Perancis, Amerika, Rusia bahkan Jerman sekalipun tidak mungkin bisa memecahkan sandi ENIGMA. Begitu sulitnya ENIGMA sangat tergambar jelas di film ini.
The Imitation Game tidak hanya berkisar tentang bagaimana memecahkan kode-kode dalam ENIGMA namun juga tentang kehidupan dan perjalanan Alan Turing semasa ia hidup. Seperti halnya kehidupan orang “sukses”, pada awalnya Turing mengalami masa-masa memilukan seperti bully di sekolah, tidak dipercayai dan mendapat undersetimate dari rekan kerja hingga peristiwa menyedihkan ketika ia kehilangan satu-satunya orang yang ia sayangi. Meskipun kisah Turing sangat kelam, ia akhirnya dikenal menjadi orang yang pada akhirnya berhasil memecahkan ENIGMA dan pada akhirnya dikenal sebagai pahlawan pada perang dunia kedua.
Opini
Saya memberikan credit yang besar kepada akting Bennedict Cumberbatch di film The Imitation game. Cumberbatch benar-benar berhasil dalam karakter Turing yang complex (kikuk, depresi, menyimpan emosi dan tidak pintar berkomunikasi dengan lawan bicara). Kita akan melihat juga bagaimana Gesture kikuk dan sedihnya Turing dimainkan oleh Cumberbatch dan pada akhirnya kita merasakan emosi yang sebenarnya dari karakter Turing melalui film ini.
Ketika menonton The Imitation Game, saya teringat karakter Turing mirip dengan ahli matematika bernama “John Nash” seperti dalam “A Beautiful Mind” (2001) yang diperankan oleh Russell Crowe. Kesamaan itu membuat saya sampai berpikir apakah memang setiap ahli matematika memiliki kehidupan dan karakter yang begitu dramatis seperti Turing dan Nash.
Untuk bagian akting selain Cumberbatch di The Imitation Game, saya merasa aneh mengapa Oscars memberikan nominasinya kepada Keira Knightley (Joan Clarke) di film Imitation Game. Hal ini karena tidak ada yang spesial dari akting Keira Knightley bahkan ini sama seperti yang ia lakukan ketika di seri “Pirates of The Caribbean” (2003,2006,2007) ataupun di “Pride and Prejudice” (2015). Di film ini, masih sama gaya akting Keira Knightley yaitu ia menjadi gadis yang manis dan dambaan pria-pria serta cerdik. Yang menjadi pembeda adalah Keira Knightley menjadi gadis pintar di sini, well, sebenarnya di “Jack Ryan: Shadow Recruit” (2014) juga sama sih ya jadi gadis pintar juga. Yah, meskipun kepintarannya hanyalah sebatas menjadi partner Turing memecahkan ENIGMA.
Fokus dari the Imitation Game adalah cerita tentang kehidupan Turing itu sendiri. Perilaku-perilaku Turing yang sebenarnya sangat tidak normal namun dirinya penuh dengan perhitungan. Karakter-karakter tidak normalnya adalah Turing sangat mudah menyimpan emosi dan tidak akan melawan balik musuhnya. Turing sangat pasrah terhadap situasi yang terjadi pada dirinya. Lihat bagaimana ia mendapat bully dengan dipaku di bawah lantai sekolah, pasrah ketika dihajar oleh Hugh Alexander (Matthew Goode), hingga ia dikabari kalau satu-satunya teman di sekolahnya bernama Christopher meninggal. Sikap pasrah pada kenyataan ini tergambar ketika Turing mendapat pukulan dari temannya.
Do you know why people like violence? It is because it feels good. Humans find violence deeply satisfying. But remove the satisfaction, and the act becomes… hollow. (The Imitation Game)
Sikap tidak normal lainnya adalah Turing sangat anti sosial. sikap tertutup dirinya dijelaskan kalau ia suka bekerja sendiri tanpa butuh bantuan tim, tidak pintar bergaul dengan orang lain serta tidak memiliki banyak teman.
Turing adalah manusia yang hidupnya penuh perhitungan bahkan ia tidak peduli apabila ia dikatak:an sebagai seorang monster. Ketika memecahkan ENIGMA, yang kemudian disebut ULTRA Turing tidak segera memberitahukan kepada pihak sekutu, dalam hal ini Inggris, kalau mereka berhasil memecahkan ENIGMA karena Jerman akan segera mengubah sandinya pada saat itu juga. Hingga Turing harus membiarkan pasukan Inggris dibantai Jerman pada saat itu hanya demi agar tidak terbongkarnya ULTRA.
teaser-trailer.com
Turing sangat mencintai mesin pemecah sandi ENIGMA, hal itu terlihat ketika perang dunia kedua telah selesai, Turing menjalani hidupnya dengan sangat memilukan, Turing yang seorang homoseksual dipaksa oleh hakim untuk minum obat hormon agar ia bisa “mengontrol” nafsunya kepada laki-laki, hal ini ia lakukan agar ia tidak dimasukan ke dalam penjara karena saat itu Inggris masih menganggap homseksual sebagai penyakit. Turing meminum obat ini hanya agar ia tidak berpisah dengan mesin pemecah sandi ENIGMA-nya yang dia buat sendiri di rumahnya. Turing menjadi manusia yang tidak peduli dengan apapun, yang terpenting baginya adalah mesin pemecah sandi ENIGMA-nya.
Secara personal saya menyukai bagian dimana alur maju dan mundur dilakukan. Alur ini membuat kita dapat merasakan bagaimana kehidupan Turing di masa kecil yang penuh dengan perjuangan dan hanya memiliki teman di sekolah bernama Christopher. Christopher akhirnya meninggal dan Turing sangat kehilangan. Kehilangan Christopher inilah yang menguak nama mesin pemecah sandinya yang dinamakan oleh Turing sebagai “Christopher”. Alur maju mundur ini berujung pada kesimpulan bahwa Turing mencintai karyanya dan ia juga mencintai Christopher hingga ia harus menerima konsekuensi harus meminum obat peredam nafsu seksualnya. Turing tidak pernah mencintai dirinya dan membiarkan dirinya depresi tanpa pernah sedikitpun membahagiakan dirinya karena yang ia cintai hanyalah karyanya dan Christopher.
Sometimes it is the people who no one imagines anything of who do the things that no one can imagine. (The Imitation Game)
Saya pribadi sampai berasumsi mungkin Turing tidak memecahkan ENIGMA untuk negaranya bahkan ia terkesan masa bodoh dengan perang dunia kedua dan kebrutalan Nazi Jerman saat itu. (terlihat ketika ia memilih menyimpan dan tidak langsung menyampaikan ULTRA kepada sekutu yang seharusnya bisa menghentikan perang dunia saat itu juga dan menyelamatkan nyawa banyak orang). Turing hanya memikirkan tentang bagaimana memecahkan ENIGMA sebagai sebuah karyanya dan Christopher, bukan tentang kemanusiaan. Saya bisa membuat titik simpul yaitu The Imitation Game membuat garis yang sangat tipis antara seorang monster dan seorang pahlawan dalam diri Alan Turing.
The Imitation Game tidak melulu soal Turing, tapi juga tentang sulitnya ENIGMA itu sendiri. Kesulitan memecahkan ENIGMA adalah karena setiap harinya ENIGMA selalu berubah ketika jam 12 malam dan muncul ENIGMA baru pada pukul 6 pagi esok harinya. Benar-benar memusingkan ENIGMA ini hingga berkali-kali kita bisa melihat stress-nya tim yang dimiliki Turing ketika mencoba memecahkan ENIGMA, dari mulai membanting telpon, melempar kertas hingga Denniston yang ingin mesin pemecah sandi ENIGMA itu sendiri dihancurkan karena tidak pernah menunjukan progress untuk membantu memenangkan perang. Namun, pemecahan ENIGMA hanya menjadi pelengkap di alur dan plot film ini karena film ini berputar pada semesta seorang Alan Turing.
Kesimpulan
The Imitation Game adalah film tentang kesuksesan memecahkan sandi bernama ENIGMA buatan Nazi Jerman yang digambarkan luar biasa susahnya untuk dipecahkan di film ini. Selain itu, Melalui alur ceritanya, The Imitation Game sukses menangkap dua sisi kehidupan manusia bernama Alan Turing yaitu dirinya sebagai seorang monster yang hanya peduli dengan dirinya sendiri bukan orang lain dan sisi lainnya adalah tentang seseorang yang sangat kesepian dan selalu mendapat perlakuan tidak baik dari manusia lainnya hingga ia menjadi depresi. Di film ini kita bisa melihat kualitas akting yang luar biasa dari Benedict Cumberbatch yang secara pantas mendapatkan nominasi Oscar tahun 2015. Film ini sangat cocok untuk anda tonton segera!
0 komentar:
Posting Komentar