“Tersirat
keindahan, kearifan budaya di balik semua kesan keramat yang ada. Menghargai
kematian selayaknya mereka menghargai kehidupan”
Gerbang Kabupaten Tana Toraja |
Tana Toraja. Sejak dahulu kala yang ku tahu
tentang tempat ini hanyalah dari selembar kertas permainan monopoli yang sering ku
mainkan bersama adik-adikku. Suatu tempat yang ingin aku kunjungi walaupun
masih berupa impian saat itu.
Akhirnya
saatnya
tiba. Sebenarnya aku juga ingin melihat prosesi adat pemakaman, tapi
tugas mendadak ke Makassar adalah mungkin satu-satunya jendela
kesempatan aku
untuk menengok misteri tempat ini. Kali ini aku seret teman kantorku,
Sesa.
Now
let’s the story begin…
Perjalanan
ke Tana Toraja dari Makassar memakan waktu sekitar 8 jam melewati 8
kota/kabupaten. Rencana awal adalah naik bus dari terminal terdekat dengan
biaya Rp. 100.000. Tapi satu hal yang luput dari catatanku adalah bahwa bus ini
berangkat mulai dari jam 8 sampai jam 10 pagi. Padahal pagi itu kami baru
keluar dari hotel jam 10. Luar biasa. Rencana berantakan bahkan sebelum
dimulai. Akhirnya kami putuskan untuk menyewa mobil. Setelah menelepon sana
sini akhirnya kami mendapat mobil dan harga yang cocok. 1 Avanza, 750 ribu,2
hari, Tana Toraja, sepertinya kesepakatan yang lumayan bagus. Walaupun bagiku
sedikit berat karena bilangan pembaginya hanya 2, aku dan Sesa.
Setelah
Makassar, kota yang dilewati adalah Maros. Sebenarnya di kota ini ada 2 tempat
wisata yang harus disinggahi yaitu Air Terjun Bantimurung dan Taman Kupu – Kupu.
Tapi sayangnya karena waktu yang terbatas kami tidak sempat untuk
menyambanginya. But next time, I will. Selanjutnya kabupaten Pangkep, Kabupaten
Baru. Namun ketika sampai ke Kota Pare-pare kami cukup terkesan dengan
bagaimana kota kecil di timur Indonesia bisa melahirkan sang putra jenius Indonesia
yaitu BJ. Habibie. Segalanya mungkin bagi yang berdoa dan berusaha. Kabupaten Sidenreng Rappang atau yang lebih dikenal Sidrab, tempat kelahiran sang mufasir, Muhammad Quraish Shihab.
Malam
sudah
mendekat, hari sudah beranjak gelap. Keindahan Sulawesi Selatan mulai
berganti dengan pertualangan yang menegangkan ketika kami mulai memasuki
Kabupaten Entrekang. Jalan di sini sangat berliku-liku, membelah gunung
dan
banyak yang bertepikan jurang. Yang menambah ketegangan adalah tidak ada
lampu, batas jalan, garis putih dan jarak antara kampung sangat jauh.
Dan
berkat pak Raul, sopir kami yang sangat baik hati, jantung kami bekerja
lebih keras karena
dia juga menceritakan bahwa beberapa minggu yang lalu, ada mobil yang
jatuh ke
jurang dan evakuasinya sulit karena mobilnya tersangkut di tengah dan
ketika
dia berkata bahwa dia akan menunjukkan bangkai mobil yang berada di
tengah
tebing itu, aku dan Sesa serempak menolak. Sekarang aku baru tahu kenapa
bis
dari Makassar hanya jalan pagi hari dan dari Tana Toraja hanya malam
hari,
ternyata karena banyak rute hanya dapat dilalui bus dari satu arah. Oh
iya
karena pekatnya kegelapan malam di Entrekang, semua bus atau truk yang
berpapasan dengan kami berhiaskan lampu yang bisa menyinari satu kampung
kecil.
Terang banget. Tujuannya agar terlihat oleh kendaraan di belakang atau
di arah
yang berlainan.
Akhirnya
jam 8 teng, kita sampai juga di Tana Toraja. Yang pertama dicari adalah
dorongan dasar manusia yaitu makan. Tapi mencari tempat makan halal di kota ini
merupakan hal yang cukup menantang. Supaya aman diputuskan makan seafood, tapi
ternyata sangat mahal dan anehnya alesan kenapa bisa mahal karena Tana Toraja
jauh dari laut. Tak menyerah, kami menemukan Rumah makan halal. Yang menarik
adalah bukan tulisan halal yang terpampang di plang rumah makan tapi tulisan
“Bismillahirahmannirrahim”. Jadi itulah tips cari makanan halal di Tana Toraja.
Tapi hati – hati karena tidak ada harga di menunya.
Hari mulai beranjak larut, waktunya mencari
tempat istirahat. Berhubung budget pas-pasan kami mencari wisma yang murah aja.
Kalau bisa paling murah lah pikirku. Beruntungnya kami memiiki sopir yang tau
daerah Tana Toraja luar dalam. Saat kami bilang paling murah, dia benar-benar
mengantarkan kami ke wisma Maria 1 di daerah Rantepao, Toraja Utara yang tarifnya
antara 90 ribu sampai 120 ribu. Satu-satunya kamar yang masih ada hanyalah yang
90 ribu. Kamarnya cukup luas tapi pengap dan di depan kamar yang ada hanyalah
halaman yang dipenuhi pohon lebat yang gelap dan pekatnya membutakan mata. Aku
sih tak bermasalah tidur di mana saja. Tapi ketika aku bertanya pada Sesa, dia
cuma jawab lirih, “moh” – “tidak dalam bahasa jawa”. Akhirnya kami mencari
wisma lain di sekitar situ. Dan pilihan kami pada wisma Monica dengan tariff
250 ribu per malam. Nasib.. Nasib.. Over budget lagi. Ya sudahlah yang penting
tidur.
Kete Kesu |
puluhan tanduk kerbau di Tongkonan |
Di
balik
deretan Tongkonan tersebut, terdapat pemakaman yang berada di atas
tebing.
Ketika kami akan naik ke deretan tangga menuju tebing, pak Raul
memperingatkan
kami untuk tidak bertanya yang macam-macam. Alhasil sampai di atas
tebing, kami
cuma diam membisu walaupun sejuta pertanyaan sudah berkecamuk di
benakku. Daripada aku kenapa – kenapa, lebih baik aku diam, pikirku.
Tiba – tiba pak Raul memecah keheningan. “ada pertanyaan mbak?”, katanya
santai dengan aksen
ambonnya yang kental
Akhirnya
sejuta pertanyaanku yang tertahan bisa kutumpahruahkan. Hal yang aku anggap
perlu aku ceritakan kembali adalah bahwa bentuk peti mati tergantung jenis kelamin
jenazah, bentuk kepala babi untuk perempuan dan kepala kerbau untuk pria. Selanjutnya
adalah barang-barang yang berserakan di dekat peti mati yang terkesan tidak
berguna seperti majalah bekas, kursi plastik yang sudah usang, botol minuman
yang berisi air. Awalnya semua itu aku pikir adalah ulah pengunjung yang tidak
bertanggung jawab. Namun dari penjelasan Pak Raul, semua ini adalah barang yang
disukai orang yang telah wafat tersebut. Buku yang beliau suka baca, kursi
kesayangan, air yang bersumber dari rumah atau lingkungannya.
Setelah
puas di Kete Kesu, kami beranjak ke Londa. Jaraknya tidak begitu jauh. Hanya 10
menit. Sebuah kuburan yang terbuat dari gua alami yang memiliki kedalaman 1000
meter. Di sini aku memaksimalkan fungsi seorang pemandu wisata mulai dari
bertanya ini itu dan meminta rekomendasi angle foto yang bagus. By the way, di
Londa ini kita bisa menemukan tau - tau, patung kayu yang dibuat sangat menyerupai orang
yang meninggal bahkan baju yang dipakaikan di patung itu adalah milik mereka.
Patung-patung itu diletakkan di suatu tempat yang ketika gelap tiba bisa
ditutup dan digembok. Aku pikir patung itu bisa hidup di malam hari, makanya
harus digembok. Tapi nyatanya itu karena banyak pencurian patung.
Di dalam gua, terdapat banyak tengkorak, peti
mati, botol aqua, dan rokok. Yang menarik perhatianku adalah sepasang tengkorak
yang kata pemandu kami adalah milik Romeo Juliet nya Tana Toraja. Kisah cinta
yang terlarang yang akhirnya berujung maut. Tragis.
Sebenarnya kami ingin menjelajahi Tana Toraja lebih jauh terutama Passiliran, kuburan bayi yang di pohon tarra di daerah Kambira tapi waktu sangat terbatas dan lokasinya yang cukup jauh, kami harus beranjak pulang.
Tau-Tau |
Peti mati diletakkan bertumpuk |
Tengkorak Romeo Juliet Tana Toraja |
Sebenarnya kami ingin menjelajahi Tana Toraja lebih jauh terutama Passiliran, kuburan bayi yang di pohon tarra di daerah Kambira tapi waktu sangat terbatas dan lokasinya yang cukup jauh, kami harus beranjak pulang.
Catatan
perjalanan pulang:
Di
daerah entrekang terdapat gunung Nona, kata sopir kami gunung itu disebut Nona
karena bentuknya mirip genital perempuan sedangkan di balik gunung itu
bentuknya mirip genital pria. Konon katanya dulunya itu adalah sepasang kakak adik
yang jatuh cinta kemudian dikutuk.
Sesampainya
kami
di bandara, pak Raul menyodori invoice rental mobil. Tertulis
1.500.000.
Dua kali lipat dari perjanjian semula. Kami menolak karena perjanjian
awal
adalah 750 ribu. Ternyata itu hanya untuk satu hari. Akhirnya setelah
kami mengeluarkan ajian kisah sedih dan mata berkaca-kaca, disepakatilah
harga satu juta. Ah lumayan lah. Akhirnya perjalanan
Tana Toraja diakhiri dengan senyuman.
Tana
Toraja merupakan salah satu wisata andalan Sulawesi Selatan. Kamu akan
melihat kearifan lokal masyarakaat Tana Toraja dimana dikenal dengan
upacara kematian yang harus mengorbankan ratusan kerbau dan babi.
Upacara kematian orang toraja sangat dikenal hingga mancanegara. Tak
hanya itu pesona alam dari Tana toraja menawarkan pemandangan
pegunungan. Suasana yang dingin karena memang lokasinya berada di
dataran tinggi.
Saya akan berbagi tips-tips untuk menuju Tana Toraja:
- Pilihlan penerbangan menuju Bandara International Sultan Hasanuddin, Makassar dari tempat asal anda. Ada beberapa maskapai penerbangan yang menuju Makassar tinggal sesuaikan dengan isi kantong anda.
- Setelah tiba di Bandara, Naik Damri atau Taksi menuju kota Makassar
- Untuk menuju Toraja ada 2 pilihan, naik pesawat atau naik bus. Untuk pesawat tersedia 3x dalam seminggu dan untuk bus tersedia setiap hari.
- Ada banyak Bus yang melayani Makassar - Toraja PP seperti:
Bus Manggala Trans, Bus Metro Permai, Bus Charisma Transport, Bus Liman, Bus Litha. Co, Bus Bintang Prima, Bus Bintang Timur. Harga tiket berkisar Rp. 100.000,- sampai Rp. 150.000,- (Harga sewaktu - waktu dapat berubah menjelang Hari raya idul fitri dan Natal)
- Perjalanan Makassar - Toraja sekitar 8 jam. Pilihlanh bus yang berangkat pada jam malam agar bisa tiba Toraja pada pagi hari.
- Pool Bus toraja pemberhentian terakhirnya di kota Rantepao, Jika anda hanya trip sehari jangan lupa beli tiket terlebih dahulu dan pilihlah yang pemberangkatan terakhir
- Transportasi selama di Toraja anda bisa rental motor atau rental mobil jika anda datang rombongan.
- Jika anda punya waktu hanya sehari untuk eksplore Tana Toraja, ada 2 pilihan mau eksplore Toraja bagian utara atau Toraja bagian selatan.
- Tana Toraja bagian selatan meliputi: Kete' kesu, Lemo, Londa, Tilanga, Kambira, Suaya, dan city tour Rantepao
- Tana Toraja bagian Utara meliputi Batutumonga, Bori', Pasar Bolu, Lokomata, Singki' dan City tour Rantepao
- Jika hanya sehari, saya sarankan eksplore Tana Toraja bagian selatan.
- Wisata Toraja didominasi makam tebing dan goa, pemandangan alam, upacara kematian dan spot-spot indah lainnya
- Tiket masuk tempat wisata Rp. 10.000,- dan ada juga Rp. 5.000,-
- Penginapan Murah di kota Rantepao ada Wisma Maria I lokasinya dekat dari pusat kota Rantepao.
- Penginapan Murah di Batutumonga ada "Mama Rina Homestay" dan masih banyak lagi
- Jika anda di Toraja hendaklah berhati hati dalam memilih warung karena sebagian warung menawarkan aneka kuliner dari Babi seperti Bakso Babi dan Pantollo. Jangan khawatir untuk yang beragama muslim, ada juga kok warung islam yang menyediakan aneka makanan halal.
- Anda juga bisa memilih Pappiong dan Tori - Tori.
Lemo, Makam tebing dan Tongkonan |
0 komentar:
Posting Komentar